Minggu, 21 April 2019

Sekolah Harusnya Bebas Bullying; Inspirasi dari Buku ‘Jangan Berhenti Bermimpi’

Menjadi korban bullying itu tidak enak. Menyesakkan dada. Apalagi terjadinya di sekolah idaman favorit.  (Hal.100)

Itu adalah curahan hati seorang anak remaja yang menjadi tokoh utama di buku yang sedang saya baca. Sebuah buku yang ditulis dengan sepenuh hati oleh seorang bunda istimewa dari Bekasi.  Bunda Is saya menyebutnya, nama lengkapnya adalah Madaniyah Isfandriati.  

Bunda mana yang tidak sedih ketika kemudian putra kesayangan itu menyatakan mogok sekolah SMA. Mau jadi apa anak itu nanti? Apakah masih ada kesempatan untuknya bermimpi setinggi bintang? Untuk seluruh kisah yang akan menjawab tanya itulah, buku ini diawali dengan judul : 
JANGAN BERHENTI BERMIMPI.



Bullying Menjadi Titik Balik

Akhir – akhir ini media disekitar kita diramaikan oleh berita mengenai kasus bullying atau perundungan yang dialami dan dilakukan oleh remaja. Tagar saveaudrey terus menjadi trending topic sepekan ini.

Miris. Sekolah yang harusnya menjadi tempat belajar malah menjadi salah satu arena tumbuhnya bullying. Dua belas pelajar putri telah begitu tega menyakiti secara ejekan maupun kekerasan fisik terhadap seorang gadis remaja lain. Kita harusnya bisa belajar dari kasus ini.

Di dalam buku bersampul biru inipun, ada secuil kisah bullying yang kemudian menjadi titik balik. Menjadi momen dimana anak tersebut, dan keluarganya,  harus berhenti sejenak dan memikirkan langkah apa yang kemudian harus ditempuh agar pendidikan si anak tidak berhenti ditengah jalan. Sebuah masa yang berat untuk dilalui.

Bullying memang tidak harus dalam bentuk ditampar, dipukul atau disakiti secara fisik. Bullying bisa juga dalam bentuk memaksa untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan pemikiran atau perasaan seseorang. Inilah yang dirasakan Andri, si tokoh utama dalam buku ini.

Saat masa orientasi siswa masuk SMA, dia merasa terluka saat dipaksa dengan kasar oleh kakak senior memakan sayur sop yang sudah mereka tuangi air mineral. Bayangkan saja bagaimana enegnya. Itu hanya karena sop yang dibawa Andri ke sekolah hari itu kuahnya tumpah. Terburu buru berangkat saat MOS membuat tutup wadahnya kurang rapat.

Sebuah kesalahan yang tidak disengaja dihukum dengan perlakuan begitu keras tanpa konfirmasi. Yes, that's a kind of bullying.

Ah, apa susahnya sih makan sopnya. Mungkin bagi beberapa anak , itu hal yang bukan masalah besar, tapi bagi anak tertentu cara makan dengan diperlakukan seperti itu bisa sangat melukai harga dirinya. Bukan masalah makannya. Tapi lebih karena kekasaran berlebih atas suatu kesalahan yang bukan disengaja.

Waktu itu bullying bahkan bisa masuk dalam sebuah kegiatan resmi sekolah atas nama MOS; Masa Orientasi Siswa.

Bersyukur MOS sekarang sudah berubah bentuknya. Kekerasan fisik sudah tidak diperbolehkan. Kata-kata teriakan kasar dan perintah yang mengada-ada dan tidak mendidik harus dihapuskan. Sekarang saat MOS, sekolah harus mengadakan kegiatan yang bersifat mendidik. Melatih siswa untuk tertib dan disiplin boleh, tapi tidak dengan cara yang kasar. Memang kegiatan sekolah harusnya bebas bullying.

Bagi Mas Andri, masalah yang dialaminya saat MOS itu ditambah dengan beratnya tuntutan padatnya kegiatan sebuah sekolah favorit. Semakin tak nyaman hatinya. Ditambah kemudian perlakuan seorang guru kembali menyakiti perasaannya. Bagi Andri, it can be another kind of bullying.

Yah, memang di beberapa kasus, guru kadang memang bisa ikut merasa terbebani dari tuntutan sekolah demi mengejar tumpukan prestasi akademik. Hati-hati, inilah celah yang bisa saja menimbulkan bullying dari pihak guru kepada siswa.

Saya sendiri guru, saya juga kadang merasa bisa terbebani saat sekolah menekankan untuk terus berusaha mempertahankan prestasi akademik seluruh murid untuk terus berada di puncak. Jangan sampai kalah dengan sekolah lain. Padahal namanya juga murid, tiap tahun juga berubah. Kemampuan murid – murid tahun ini bisa berbeda dengan murid-murid tahun sebelumnya.

Kalau tidak disabar-sabarkan , yang bisa muncul adalah umpatan verbal yang membodoh-bodohkan si murid yang terlihat lamban mengejar prestasi. Kalau tidak berkepala dingin, yang bisa tampak adalah bullying berupa ejekan terhadap karya murid yang tidak sejalan dengan mau si guru atau sekolah.

Tokoh Andri dalam karya ini kembali terluka saat guru keseniannya berkata yang tidak semestinya atas karya musiknya. Memang karya Andri mungkin tidak sesuai dengan pakem yang dimaui guru atau tidak pas dengan tuntutan kurikulum seni saat itu. Akan tetapi, tetap saja saat guru, sebagai orang dewasa, kemudian memojokkan begitu saja tanpa memberi kesempatan pada si anak untuk menjelaskan, itu bisa saja sebuah bentuk bullying yang lain disekolah.

Bullying di sekolah bisa berkesempatan muncul di berbagai lini sekolah. Dan jika terjadi, itu bisa saja menghancurkan harga diri seorang siswa. Tujuan untuk mendidik anak agar mau belajar pun menjadi sia-sia. Tak tercapai.

Salah satunya adalah kemudian si anak mogok sekolah. Inilah yang kemudian terjadi pada Andri.

Ayah bundanya tergagap saat Andri menyatakan mogok sekolah SMA. Bahkan untuk bangkit dari tidurpun, Andri mesti ‘perang’ dulu dengan diri sendiri. Berangkat sekolah menjadi beban yang sangat berat bagi dirinya. Beruntung ayah bundanya masih bisa bersabar menghadapinya. Beruntung dia kemudian tidak terjerumus ke pergaulan yang buruk. Beruntung kemudian anak ini diarahkan oleh Ayah Edy , seorang pakar parenting terkenal itu.

Andri kemudian beralih ke HS – Home Schooling. Tapi tahun itu, 2009, HS belum menjadi hal yang berterima luas seperti sekarang. HS terlihat sebagai anak yang tidak sekolah. Cibiran berikutnya diterimanya, “Masa bundanya pegawai kantoran lulusan UGM, Bapaknya juga pegawai negeri berpangkat tinggi, S3 pula – anaknya kok ga sekolah.” (hal.104)

Tetapi ayah bundanya sepakat untuk menutup telinganya seolah-olah tak mendengar. Keluarga itu terus belajar bersabar dan mengabaikannya. Apalagi kemudian kedua adik Andri juga mengikuti jejaknya untuk HS. Bundanya pun kemudian sampai resign dari pekerjaan mapannya. Salah satu tujuannya adalah tentu saja untuk lebih membersamai Andri dan adiknya.

Dalam hati Andri bertekad, bahwa 4 – 5 tahun lagi , dia akan bisa membuktikan bahwa dia akan berhasil, walaupun bukan dengan jalur sekolah formal. Kuliah di Jepang adalah cita-citanya. Menjadi seorang ahli peneliti terumbu karang terbaik di dunia. Demi impian untuk menjaga terumbu karang di  lautan Indonesia agar menjadi tempat bernaungnya ikan dan segala ekosistem laut. (hal. 10)

Tapi perjalanan untuk meraih mimpi mendapat beasiswa kuliah di Jepang tidak mudah.  Itulah yang kemudian diceritakan lebih lanjut di buku ini. Akan lebih nges jika anda baca sendiri kisahnya melalui kalimat kalimat sederhana yang tertutur di buku ini.


Review Buku ‘Jangan Berhenti Bermimpi’

Saya sudah membaca buku Bunda is yang pertama, yang berjudul ‘ Rumahku Sekolahku.’ Kebetulan kami tergabung di group kepenulisan yang sama; Jenius Writing , atau yang biasa disingkat JW.
Artikel tentang JW dapat anda baca disini :

Menulis-adalah-sedekah.html

Tahun lalu, seingat saya sekitar setelah Idul Fitri, saya berkesempatan bertemu dengan Bunda Is dan suaminya, Bapak Supra serta salah satu putranya.  Acara itu dilaksanakan di Hotel Aziza Solo, digagas oleh beberapa anggota komunitas JW di Solo. Beruntung saya bisa datang, setelah berhasil membujuk adik saya untuk membantu momongke kedua krucil saya. Soalnya kalau diajak, saya yakin kedua anak saya itu paling ndak betah duduk lama dan rewel.

Acara itu berlangsung dengan hangat, itu karena memang keluarga itu humble banget. Tidak mau dianggap pemateri, Bunda Is dan Bapak Supra bergantian berbicara, dengan konsep sharing.

Bincang-bincang hangat mengenai pengalaman mereka membesarkan ketiga putra mereka melalui HS. Tapi mereka bukannya antipati sekolah formal lho. Hanya saja kebutuhan dan keadaanlah yang membuat mereka memutuskan HS sebagi sarana belajar putra-putra mereka.

Kisah mas Andri ini sebagian sudah diceritakan dan juga dituliskan di buku pertama. Tetapi buku kedua ini tidaklah sama konsepnya dengan buku pertama. Dan ini pendapat saya mengenai buku ini.

Seorang pereview katanya sebaiknya bisa mengupas positif dan negatif nya suatu buku. Baiklah, sebagai pereview yang ingin dikatakan baik, hehe, saya sampaikan dulu hal yang kurang sreg dari buku ini. Maaf ya Bunda Is, saya menemukan beberapa typo di buku ini. Misanya kata biaya terketik menjadi biayah, kata bayar terketik bayahr, atau terketik Alhmdulillah.  Haha .. rewel banget sih ya saya. Maklum ya bund, saya kan guru bahasa, kerjaannya mengamati dan mencari kesalahan tulisan siswa. Tapi typonya tidak sampai fatal mengganggu arti keseluruhan teks kok. Hanya saja akan lebih perfect jika typonya tidak ada sama sekali.

Dibalik keluhan remeh saya itu. Saya cukup terkejut dengan pilihan alur terbalik yang dipilih Bunda Is di buku kedua ini.

Jadi tidak dikisahkan dari mulai awal mula kecilnya mas Andri sampai besar. Ceritanya malah bermula dari kegelisaha Andri dulu dalam memperoleh beasiswa kuliah di Jepang. Lalu bab bab  berikutnya tentang menyelesaikan skripsi, pengalamannya HS, masa SMA dan SMP, SD dan masa kecilnya. Jadi di tengah jalan, kita bisa ber ‘Oooo tadinya begini to’. Dan itu -  Menarik. Jadi tidak membosankan.

Kalau di buku pertama, Bunda Is, menulis dengan menempatkan diri sebagai ibu. Di buku kedua setebal 146 halaman ini, Bunda Is ajaibnya memilih menempatkan diri dari sudut pandang si anak, sebagai tokoh ‘aku’ yang mengacu pada Mas Andri.

Memilih sudut pandang ini menurut saya membuat buku ini menjadi lebih kuat. Kita merasa dituturkan langsung oleh si tokoh utamanya. Dan seperti obrolan di dunia nyata, kisah yang diceritakan langsung oleh pelakunya kadang jadi terasa lebih istimewa.

Jika ingin memiliki buku ini, anda bisa berhungan langsung dengan penulisnya lewat Facebook dengan nama akun Madaniyah Isfandriati. Saya yakin beliau akan menyapa dengan ramah dan hangat. Memang begitulah beliau biasa bertutur kata. Buku Jangan Berhenti Bermimpi ini diterbitkan secara indie lewat penerbit Edwrite Publishing.

Kisah di buku ini adalah berdasar kisah nyata putra sulung Bunda Is yang bernama Andri. Sekarang Mas Andri ini sedang melanjutkan study di Kyusu University Fukuoka Jepang dengan beasiswa. Sesuai dengan passionnya, belajar tentang konservasi terumbu karang.

Meskipun tidak mudah, Andri telah berhasil mencoba bangkit melawan keterpurukan. Mencoba menatap masa depan yang tak sesuram bayangannya dulu. Untuk detail kisahnya, silahkan anda nikmati sendiri buku ini halaman demi halamannya.

Bersama Bunda Is, berkerudung hijau tua di tengah anggota komunitas Gen JW Solo

It Should be No More Bullying at School

Dari buku ini saya terinspirasi untuk lebih berhati – hati dalam bersikap atau bertutur saat di depan kelas.

Siapa tahu sikap atau tutur kata saya itu ada yang berlebihan sehingga terasa menjadi bullying bagi sebagian siswa. Karena siswa-siswa itu pada dasarnya kan anak-anak yang unik , berbeda karakternya. Apalagi, guru dan sekolah sekarang juga semakin didorong untuk melakukan Penerapan Pendidikan Karakter di sekolah. Guru dan sekolah harusnya selalu membuka komunikasi terbaik dua arah dengan orang tua siswa untuk membangun karakter baik siswa.

Pada akhirnya, kita semua sungguh berharap tidak ada lagi siswa yang melakukan bullying atau perundungan. Kisah Audrey maupun kasus bullying lainnya semoga tidak terjadi lagi pada remaja-remaja, apalagi di sekolah.

Semoga sekolah bisa merangkul siswa-siswanya untuk bisa saling menghormati dan sayang teman. Tiap sekolah akan bisa menjadi rumah kedua anak-anak kita yang bebas dari bullying. Sehingga anak –anak kita itu akan bisa mencari cara terbaik untuk menemukan dan mengasah bakatnya. Untuk tidak berhenti bermimpi. Karena masa depan adalah milik mereka yang percaya akan indahnya impian.

" The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams." - Elanor Roosevelt









Senin, 08 April 2019

UNBK 2019 dan Polemik Curhatan Warganet di Media Sosial

Tren membanjirnya komentar siswa di laman Instagram @kemdikbud.ri masih terjadi di UNBK 2019 kali ini. Banyak yang terkesan becandaan seperti:
@alipbanana “Saya tau pak tadi itu cuman april mop, jadi kapan soal yang aslinya pak?”  atau
@cindiwahyudi tadi waktu ngerjain, saya Cuma bisa nyanyi lagu hmmmm 2 jam pak."

Beberapa lainnya menumpahkan keluhan dengan lebih serius setengah putus asa :
@danndmk_Menurut pendapat saya, UN itu sangat menambah beban pikiran:"
@mardiyana_mardiyana Bikin soal mah gampang,Bicara mah gampang. Tp kenyataan di lapangan sangat berbeda,Blm yg komputer hang,blm yg lain2nya.

Lalu apakah komentar dan keluhan dari para generasi milenial dan generasi Z itu hanya untuk lucu-lucuan saja? Untuk ditertawakan bersama dan dianggap angin lalu sebagaimana layaknya tren sesaat.


Review UNBK 2019


Seperti kita tahu, pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2019 untuk tingkat SMK dan SMA telah selesai dilaksanakan. Pada 25 - 28 Maret 2019 telah diselenggarakan UN untuk jenjang SMK. Sedangkan UN untuk jenjang SMA/MA  telah terlaksana pada tanggal 1,2, 4 dan 8 April 2019. Dan untuk UNBK SMP/MTs  akan dilaksanakan 22-25 April 2019.

Sebagian besar sekolah di Indonesia telah melaksanakan UN dengan sistem UNBK. Untuk jenjang SMA, sebagai contoh, 97,8 persen berupa UNBK dan hanya 2,2 persen yang paper based. Ada tiga pelajaran utama yang diujikan di UN yaitu ; Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris. Untuk SMA ditambah satu mata pelajaran pilihan sesuai jurusan yang diambil siswa.

Masih ingat bagaimana dulu waktu sekolah kami menyelenggarakan UNBK untuk pertama kali di tahun 2015. Pontang-panting sekolah menyediakan komputer dalam jumlah banyak untuk siswa kelas XII yang jumlahnya hampir empat ratusan. Laboratorium komputer hanya berjumlah dua buah dengan komputer yang beberapa dalam keadaan rusak. Akhirnya ditambah sebuah lab tambahan, laptop guru semua dipinjam sekolah, beberapa laptop siswa juga dipinjam sekolah. Apalagi pernah waktu itu hujan angin, dengan banyak petir, sehingga servernya rusak. Wah, pengalaman pertama memang mendebarkan.

Sekarang setelah penyelenggaraan UNBK sudah semakin meluas, sekolah kami tidak lagi kesulitan mengadakan UNBK. Komputer sudah tersedia dalam jumlah yang cukup untuk diselenggarakan dalam tiga sesi. Tidak lagi perlu ada acara pinjam meminjam laptop. Proktor dan teknisi pun sudah semakin terlatih dan terampil. Hampir tidak ada kendala yang berarti pada teknis dan sarana prasarananya.

Suasana pelaksanaan UNBK di SMA N 2 Wonogiri pada 4 April 2019

Hanya saja, setelah UNBK untuk jenjang menengah atas yang telah terlaksana, saya amati kok keluhan siswa masih ada juga dalam jumlah yang tidak sedikit. Well,  anggapan saya sih, itu karena para peserta UNBK ini adalah anak-anak siswa SMK, SMA atau SMP yang merupakan bagian dari generasi Z. Dapat dikatakan bahwa Generasi Z merupakan generasi yang lahir pada rentang tahun 1995 sampai dengan tahun 2010. Sebuah generasi yang yang sudah begitu akrab dengan kecanggihan teknologi dan internet. Mereka sudah tidak asing dan bahkan multitasking untuk urusan ini itu sebagai bagian keseharian mereka. Dalam satu waktu mereka bisa saja nge-tweet, menggunakan ponsel, browsing dengan PC, dan mendengarkan musik memakai headset. Mencurahkan pendapat dan keluhan melalui media sosial sudah menjadi hal umum.

Fenomena ramainya keluhan dari siswa peserta UNBK di laman instagram @kemdikbud.ri telah mencuri perhatian. Trend ini memang mulai booming sejak UNBK 2018 lalu. Dan di tahun ini pun berbagai curhatan lucu atau keluhan serius terlihat juga membanjiri linimasa media sosial. Benarkah itu semua hanya guyonan? Saya pun penasaran.

"Eh, orek-orekanmu mau di isi opo?" teringat saya komentar seorang siswa seusai mengawas silang UNBK hari kedua. Matematika dikerjakan dengan lesu di dalam kelas.
"Halah, wong gone Robby isine malah puisi :Cintaku Kandas di Tengah Jalan" siswa perempuan disampingnya menimpali.
Mereka itu memang sedang ledek-ledekan betapa puyengnya mengerjakan soal matematika. Apalagi tahun ini ada soal isian singkat. Tidak hanya saya, ternyata pengawas di sekolah lain juga menyatakan hal yang sama. Beberapa siswa yang perasa malah terlihat berkaca-kaca setengah putus asa setelah keluar ruang ujian.

Hari berikutnya, lewat WA, saya berdiskusi dengan beberapa siswa kelas XII yang saya ajar. Hampir sebagian besar murid saya menyatakan bahwa soal matematika ampun sulitnya. Tahu sih rumus dasarnya, tapi variasinya menyusahkan mereka. Untuk soal Bahasa Indonesia, mereka bilang cenderung bisa menguasai. Ekky, salah satu siswa saya berkomentar "Hanya itu buu, teks nya panjang-panjang. Bahasa Inggris juga."
"Apalagi membaca lewat komputer itu lain dari membaca lewat kertas fisik, bu. Pakai komputer tidak bisa dicoret garis bawah atau ditandai teksnya," keluh Marcella menambahkan.

Jadi menurut saya, komentar di media sosial itu bukanlah sekedar gurauan tanpa arti. Memang anak generasi sekarang gaya menyampaikan opininya ya seperti itu. Dengan humor, setengah satire. Dan itu sebenarnya - cerdas. Menurut saya, semua komentar dan keluhan di laman tersebut harusnya tidak dianggap sekedar angin lalu. Pihak pemerintah, sekolah dan guru bisa juga melakukan refleksi terhadap semua postingan itu. Termasuk juga para pembuat soal.

Dosa Pembuat Soal HOTS 


Salah satu komentar di IG @kemdikbud.ri mengenai UNBK

Haissyy..ngeri saya kalau membaca postingan yang sampai bawa - bawa dalil begini. Saya amati ada beberapa postingan yang bernada demikian. Malah ada yang terang-terangan mengatakan bahwa pembuat soal UN itu hanya memikirkan diri sendiri. Tidak memikirkan kemampuan siswa. Soal UN begitu susah bagi kebanyakan siswa sehingga mereka menganggap pihak Kemdikbud atau pembuat soal sebagai pihak yang 'nyusahin' aja kerjaannya. Dan menyusahkan orang itu dosa !

Seketika saja jadi baper, begitu kalau kata anak muda sekarang. Ini karena jelek - jelek gini saya pernah masuk seleksi sebagai pembuat soal yang diadakan PUSPENDIK di tahun 2017 lalu. Saya hanya nyumbang 60 soal saja sih diantara ribuan soal Bahasa Inggris lainnya untuk dijadikan Bank Soal UN DI Puspendik. Tetapi kan ngeri kalau gara-gara soal yang seuplik itu saya jadi dianggap ikut menyumbang dosa karena menyusahkan siswa yang mengerjakan Ujian Nasional.

Saya ingat waktu itu seleksinya cukup ketat. Tidak semua guru bisa masuk. Setelah proses perekrutan, kami pun diikutsertakan dalam semacam bimbingan teknis (bintek) yang diselenggarakan di beberapa kluster wilayah di Indonesia. Bulan Juli itu diikutkan bintek di Hotel Sheraton Jogja. Wah, jangan dikira bisa nyantai -nyantai saja. Materi-materi memang paling banyak difokuskan pada memahami dan melatih soal berjenis HOTS untuk soal pilihan ganda maupun isian singkat. Penyaji materi pun bukan sembarangan. Profesor dan ahli pendidikan maupun assesment dihadirkan untuk mengisi pemahaman tiap peserta.

Pembuat soal yang tidak berniat nyusahin saat bintek di Jogja : )

Setelah bintek selama empat hari tiga malam itu, tiap pembuat soal diberi tugas membuat soal dalam jumlah tertentu. Setoran dilakukan lewat aplikasi dari SIAP Puspendik. Jangan dikira pula langsung bisa lolos. PJ akan memberi komentar atau bahkan mengembalikan soal yang dianggap belum masuk kriteria berfikir tingkat tinggi. Soal yang hanya berdasar hafalan atau mencari ide pokok yang jelas-jelas tertulis diawal kalimat, pasti akan ditolak. Kami bisa saja bolak-balik melakukan revisi. Soal - soal yang kami buat pun dilengkapi dengan peringkat bintang.

Selesai? Beluuuum. berikutnya masih ada tahapan penelaahan soal oleh beberapa guru pilihan yang peringkat bintangnya cukup tinggi dibantu dengan penelaah ahli. Untuk Bahasa Inggris dilengkapi dari pihak relawan native speaker. Orang bule , kalau kita bilang. Setelah itupun masih ada tahapan lagi di tingkat pusat sebelum dimasukkan dalam sistem Bank Soal UN.

Tahun ini memang baru matematika yang diberi soal isian singkat. Kelak isian singkat bisa juga muncul di soal Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Asal tahu saja, penulis soal untuk Bank Soal UN sudah ditugaskan membuat soal jenis ini juga untuk yang bahasa. Hanya saja mungkin penerapan soal isian ini dilakukan secara bertahap.

Jadi kalau ada yang bilang, pembuat soal hanya memikirkan diri sendiri, ya tidak begitu lah. Apalagi kalau dibilang membuat soal mah gambang aja, sepertinya tidak juga ah. Apalagi, demi Alloh, saya yakin tidak ada satupun pembuat soal yang berniat menyusahkan orang lain. Apalagi nyusahin para generasi Z yang unyu dan imuut. Mana tegaa.

Keberadaan soal HOTS atau Higher Order Thinking Skills merupakan salah satu kambing hitam dari kebanyakan keluhan itu. Soal HOTS ini sebenarnya tidak selalu soal yang sulit, soal jenis ini memang jenis soal yang memerlukan pemikiran berlapis-lapis, tidak bisa langsung sekali tebak. Tujuannya pun sebenarnya mulia, yaitu agar siswa lulusan sekolah Indonesia kelak bisa bersaing di era pasar bebas. Berpikiran kritis itu mutlak diperlukan agar bisa menang di persaingan itu. Ya memang HOTS dan assesment dengan pola HOTS ini sudah menjadi bagian tuntutan dunia global. Masa sih kita tidak mau maju. Saya yakin, makin lama siswa tidak akan asing akan UNBK dengan soal HOTS.
Tentang pembelajaran berbasis hots, anda dapat membaca di artikel berikut :
hots-dalam-pembelajaran.html
Dan
mencoba-blended-learning-berbantu-blog.html

Practice Makes Perfect

Lalu apa yang perlu kita lakukan untuk merespon polemik keluhan netizen tentang UNBK itu? Ini sesungguhnya adalah hal yang lebih penting untuk kita pikirkan daripada saling menyalahkan. Menurut saya sebenarnya kuncinya adalah pada latihan. Practice makes perfect; Latihan akan membantu menuju kesempurnaan.

HOTS adalah skill atau keterampilan. Untuk bisa terampil akan suatu hal, kita tidak bisa hanya dengan membaca buku manualnya saja. Sama seperti belajar naik sepeda, mana bisa kita akan lancar menaikinya jika kita sepanjang waktu hanya membaca petunjuk manualnya saja tanpa berlatih mengendarainya. Berpikir dengan aras tinggi juga begitu, perlu dilatihkan.

Guru dan sekolah harusnya memikirkan untuk melatihkan HOTS di setiap jenis penilaian yang dilakukan. Tidak semua butir soal harus mengarah ke HOTS. Komposisinya bisa saja disesuaikan dengan konsep UN saat ini : 10 - 15 persen untuk penalaran, 50 - 60 persen untuk aplikasi, dan 25 - 30 persen untuk pengetahuan dan pemahaman. Setiap selesai assesment dilakukan review hasil nilainya untuk perbaikan dan pengayaan lebih lanjut.
Makin tambah kerjaan donk. Mana sempat?!

Ujian Online Kini Bisa Tanpa Internet 

"Menurut saya, UNBK kan online bu, seharusnya itu try out nya juga selalu dilakukan secara online," komentar Titan, salah satu murid saya di kelas XII IPA. Menurutnya dengan sering try out secara online, siswa akan terbiasa menghadapi soal yang ditayangkan lewat layar. "Biar suasananya juga dapet, bu." imbuhnya.

Benar kan, anak-anak sekarang itu sudah punya bekal berfikiran kritis dan berani mengungkapkan opini. Tinggal latihan lebih banyak, dan HOTS di soal UNBK tak akan jadi masalah besar lagi. Latihannya pun kalau bisa sesering mungkin secara online agar mereka terbiasa dalam melakukan ujian berbasis komputer

Memang diakui, sekolah kami belum selalu melakuan try out dengan computer based. Dari beberapa kali try out, hanya sekali kami lakukan secara online. Lainnya masih  try out secara paper based. Ini karena ujian online terasa lebih ribet untuk murid dalam skala besar. Apalagi kalau maunya diadakan di kelas dengan jaringan internet. Pernah ada wacana mau tes memakai laptop siswa atau android, tetapi siswa akan merasa dirugikan jika kuota internetnya dari mereka pribadi.

Beruntung sekarang sudah ada Pinisi Edubox yang spesifikasinya bisa dilihat-lihat di http://pinisi.io
Spesifikasi Pinisi EduBox

Pinisi Edubox merupakan perangkat berbasis Raspberry Pi 2 sebagai server untuk ujian online dalam jaringan lokal (intranet) tanpa tergantung akses internet. Adrian Febri, CEO PT Pinisi Teknologi Edukasi, menyatakan bahwa Edubox merupakan platform assesment atau penilaian online sebagai bagian dari proses belajar mengajar. Edubox ini akan membantu guru dan pihak sekolah untuk melakukan ujian berbasis komputer secara lebih praktis. Lengkap dengan platform yang membantu guru dalam membuat soal sekaligus mengakses hasil tesnya secara lengkap.

Karena perangkatnya ringkas, maka penilaian berbasis komputer dapat dilaksanakan kapan saja dan tanpa memerlukan koneksi internet saat tes. Dengan Pinisi Edubox, kita tidak perlu melakukan setting dan sinkronisasi server yang rumit. Semua jadi mudah karena manajemen ujian ini dijalankan via Cloud. Di satu sisi guru dimudahkan dalam persiapan dan penilaian ujian, di lain pihak, siswa pun akan makin sering mendapat pengalaman melakukan penilaian berbasis komputer atau android tanpa menghabiskan kuota internet mereka.

Keterangan lebih lanjut akan bisa anda dapati di laman https://getedubox.com/

Penasaran dong siapa pengembang dibalik Edubox yang canggih dan praktis ini. Saya pun penasaran dan cari tahu. Dan ehmmm, rupanya Pinisi Edubox ini merupakan salah satu start up kebanggan Indonesia. Bahkan pada tahun 2017, start up Pinisi EduBox dikirim sebagai wakil negara kita untuk ajang Creative Business Cup di Denmark. Terbukti, EduBox ini bukanlah produkan asal - asalan, apalagi abal-abal.

Berdasar data, hingga 2017, penggunaan Edubox sudah mencakup sekitar 300 sekolah, dengan total 50.000 users, 8.000 ujian terpublish, dan soal sebanyak 250.000 butir soal. Testimoni beberapa guru yang telah menggunakan Pinisi Edubox ini dapat anda amati di akun Youtube nya pinisi edubox.

Tersedia beberapa tayangan tentang apa itu Pinisi Edubox, cara penggunaannya, cara penulisan soal, mengakses hasil nilai siswa, dan tutorial pemasangan Edubox.

Ilutrasi penggunaan EduBox di kelas dari tayangan  di YouTube

Dengan kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan Pinisi EduBox, sekolah -sekolah kini tidak perlu ragu-ragu untuk sering-sering  menyelenggaran test atau assesment secara online berbasis komputer. Tidak hanya untuk kepentingan try out, Pinisi EduBox ini bisa juga dimanfaatkan untuk Penilaian Tengah Semester, Penilaian Akhir Semester ataupun ulangan harian di kelas. Jadi Edubox pada dasarnya bisa digunakan untuk semua jenjang pendidikan, tidak hanya SMA/SMK saja. Beberapa SMP dan SD di Bandung sudah ada yang aktif menggunakan assesment online dengan mengambil manfaat dari Pinisi EduBox ini.

Bahkan Bimbingan Belajar sebenarnya juga bisa memanfaatkan manfaat EduBox ini. Bisa dipakai untuk latihan di kelas-kelas kecil mereka saat les. Ini pasti akan lebih menarik perhatian peserta les jika dilakukan secara teratur. Berlatih soal dengan model berpikir aras tinggi secara online sudah menjadi salah satu kebutuhan bagi siswa saat ini. Memang mungkin begitulah bagian dari tuntutan era 4.0 sekarang ini.

Dengan seringnya diadakan latihan tes dengan soal HOTS dan berbasis komputer, harapannya di masa mendatang, keluhan-keluhan atau komentar negatif akan UNBK tidak akan lagi memenuhi linimasa media sosial. Semua siswa akan merasa siap untuk sukses dalam menghadapi UNBK.

"Practice creates confidence. Confidence empowers you."- Simone Biles







Sabtu, 06 April 2019

Mengenal Reading/Writing Learning Style

Gaya belajar kok Reading/Writing?   Biasanya kan Visual - Auditory – atau Kinestetik. Yuk kita mengenal gaya belajar yang satu ini untuk membantu melejitkan prestasi anak kita di kemudian hari.


Bukan rahasia bahwa setiap orang belajar dan menyerap informasi secara berbeda-beda. Otak kita memang diciptakan berbeda-beda dan cara berfikirnya pun juga berbeda-beda. Itulah mengapa tak perlu kita paksakan anak-anak atau murid kita untuk belajar dan berfikir dengan cara yang sama.

Begitu pula ketika saya mengamati gaya belajar putri sulung saya, Aisyah. Apa yaa gaya belajarnya. Kalau pas hafalan surah Al-Qur’an dulu saya kira lebih cepat dengan mendengarkan murotal. Eh ternyata makin kemari saya amati dia itu lebih suka membaca asbabun nuzul nya dulu. Mengapa dan bagaimana cerita dibalik surah yang dihafalnya. 

Pernah juga sih saya ikutkan test sidik jari untuk mengamati bakat dan gaya belajarnya ketika kelas 2 MI lalu. Hasilnya cenderung ke Auditory. Anak dengan tipe ini biasanya akan sangat terbantu dengan mendengarkan pelajaran saja. Saat belajar pun tak suka ada suara yang menganggu.Iya kadang dia begitu, tapi saat  ustadnya  hanya banyak bercerita pada pelajaran Sejarah Kebudaan Islam, tanpa sering menyuruhnya mengerjakan rangkuman atau mengerjakan latihan dibuku, eh nilai dia malah merosot. Lha ini anak sebenarnya Auditory bukan sih? 

Kalau Visual sepertinya juga bukan. Anak tipe visual terbantu saat mengamati bagan , gambar atau flashcard, atau tayangan video. Dia terlihat kurang berbinar binar matanya saat belajar dengan cara itu. Kinestetikpun juga tidak teramati dalam dirinya. Inilah yang kemudian mendorong emaknya ini untuk mencari informasi lebih banyak tentang gaya belajar.

Yups, mengetahui learning style/gaya belajar  akan dapat membantu anak kita agar lebih mengenal dirinya dengan lebih baik. Mengenal apa yang disukainya untuk sarana belajar. Mengenal cara yang cocok baginya untuk menyerap informasi pelajaran dengan lebih baik. Untuk kemudian dioptimalkan agar mendapat hasil belajar terbaik. Ini adalah sebuah konsep yang mulai populer di tahun 1970an, dan masih berkembang sampai sekarang.

Macam-Macam Teori Gaya Belajar

Secara umum ada 3 learning style yang kita kenal yaitu : Visual, Auditory dan Kinestetik.  Tetapi sebenarnya ada beberapa learning sytle yang didapati dalam dunia pendidikan, misalnya  yang dikemukakan dalam laman verywellmind.com :

  • LSP (Learning Style Profiler) 
Ini adalah sebuah model yang dikemukakan oleh Chris J Jacson. Model LSP ini menyatakan bahwa gaya belajar itu dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk faktor biologis, pengalaman dan pilihan pribadi.

  • LSI (Learning Style Inventory)
Seorang ahli bernama Kolb mengembangkan sebuah computerized assesment  bagi siswa untuk menemukan gaya belajarnya. 

  • VAK (Visual-Auditory-Kinestetik) Learning style
Ini adalah model yang dikembangkan oleh Neil Fleming di tahun 1987. VAK menjadi teori learning style yang paling populer di berbagai belahan dunia.  Dan di negara kita juga populer dengan ketiga gaya belajar itu.

  • VARK (Visual-Auditory-Reading/Writing-Kinestetik) Learning Styles
Ini sebenarnya model dari Fleming juga, tetapi entah mengapa di negara kita gaya belajar Reading/Writing kurang populer. Kalau saya amati beberapa sumber dari luar, Reading/Writing Learning style ini banyak didapati di berbagai sumber literatur. Dan sejauh ini saya berpendapat bahwa putri saya itu cenderung bergaya belajar Reading/Writing, mungkin dengan sedikit campuran Auditory.

Bagimana sih gaya belajar Reading/Writing itu?


Dari VARK.com dan beberapa buku yang saya baca, gaya belajar Reading/Writing ini adalah tipe yang didapati pada seseorang yang terasa lebih memerlukan untuk membaca atau menuliskan informasi untuk mempelajari sesuatu. Pelajar dengan tipe ini cenderung menikmati banyak membaca dan mencatat. 

Mereka lebih suka mendapatkan informasi yang disajikan dalam bentuk kata-kata. Materi pelajaran yang berbentuk text based akan lebih disukai oleh anak denga  gaya belajar ini. 
Apakah anda atau anak anda termasuk bergaya belajar Reading/Writing?

Menjawabi check list berikut mungkin akan dapat membantu untuk menentukannya. Jika jawabannya banyak yang YA berarti kemungkinan besar anda atau anak anda cenderung bergaya belajar Reading/Writing:

  1. Apakah anda merasa bahwa membaca buku termasuk buku pelajaran merupakan cara terbaik untuk menemukan informasi baru?
  2. Apakah anda sering mencatat saat guru menerangkan didepan kelas atau saat anda membaca buku?
  3. Apakah anda menyukaui membuat daftar ?
  4. Apakah anda menyukai membaca definisi dan membuat materi presentasi?
  5. Apakah anda suka asyik sendiri di kamar saat membaca atau menulis?
Itulah beberapa contoh pertanyaan untuk mengenali learning style Reading/Writing. Anda dapat pula mencoba The Learning Style Quiz di laman homeschoolon.com. Ada akses untuk free printable sheet disana untuk semua jenis learning styles dalam teori VARK. Tentu saja setelah kuis ini diperlukan pengamatan lebih lanjut dari kita sebagai orang tua dalam kegiatan sehari-hari anak. Ini adalah sebuah proses, yang bisa jangka panjang. Quiz itu hanyalah sebagian dari alat bantu.

Saya lihat, dia putri saya sering suka asyik saja di kamar untuk membaca atau menulis. Kadang catatannya bisa campur dengan mengambar sih. Atau sambil membaca sambil tangannya sibuk membuat sesuatu. Dia sebenarnya bukan anak yang diam saja sih. Dia juga aktif mencorat coret atau membuat prakarya atau memasak sesuatu.  Dia suka meringkas atau mempraktekkan hasil membacanya.

Kalau saya amati kemudian lebih lanjut memang putri sulung saya itu cenderung lebih bersemangat saat membaca pelajaran dari buku atau sumber lain. Dia itu sebal sekali kalau PR nya berupa mengerjakan LKS yang memang tulisan materi pelajarannya tak banyak. Mana mau dia menyelesaikannya tanpa membaca buku pelajarannya. 

Tips untuk anak yang bergaya belajar Reading/Writing 


Setelah mengamati gaya belajarnya, kita kemudian dapat mendorong anak untuk memiliki learning habit atau kebiasaan belajar yang paling nyaman untuk mereka. Tujuannya agar belajar menjadi sesuatu yang menyenangkan. Bukannya keterpaksaan.

Untuk anak yang gaya belajarnya Reading/Writing berikut tips-tips belajar yang dapat diterapkan agar lebih sukses secara akademik:

1. Mencatat saat pelajaran
Tidak perlu menulis tiap kata per kata apa yang ditulis guru di papan tulis atau di tayangan slide. Tidak harus pula mengkopi setiap kalimat yang diucapkan oleh guru selama pelajaran. Sebenarnya akan lebih baik jika mendorong anak dengan gaya ini untuk mengambil informasi  dari guru dan menuliskannya dengan kata-katanya sendiri, dengan gaya bahasa yang mereka pahami.

Mungkin beberapa anak berfikiran ‘ Ah, buat apa mencatat saat pelajaran. Aku kan cukup mendengarkan saja dan mengingat pelajarannya. Mencatatnya kan bisa nanti saja.’
Yups, itu bisa saja pendapat yang tepat – untuk anak yang bergaya belajar AUDITORY!. Tapi untuk anak yang bergaya belajar Reading/Writing itu tidak akan optimal. Dorong dan ajari anak tipe ini untuk membuat ringkasan dengan praktis dan tepat.

2. Menulis ulang dan membaca ulang catatan
Catatan yang dibuat selama pelajaran biasanya bentuknya kurang rapi atau kurang lengkap. Anak tipe Reading/Writing ini kalau merasa tertarik dengan pelajaran, mereka akan menambah pengetahuan mereka dengan membaca sumber bacaan lain yang relevan dengan pelajaran tersebut. Karena kan kemampuan membaca mereka biasanya diatas rata-rata. 

Nah , dengan menulis ulang dan membaca ulang catatan mereka bisa menambahkan  beberapa informasi tambahan terkait pelajaran. Hal ini akan lebih memudahkan mereka mengingat informasi dalam pelajaran dengan baik. Kalau bosan dengan bulpen yang sama, beberapa anak menyukai membuat catatan dengan warna bulpen yang berbeda.

3. Membuat daftar
Anak dengan tipe belajar Reading/Writing akan lebih mudah mengorganisasi pembelajaran di kelas dengan membuat list / daftar. 
Misalnya di kamar anak saya, dia membuat daftar tentang urutan PR atau tugas yang harus dia kerjakan. Bentuk dan model tempelannya kadang berubah sesuai mood dia. Kadang dihiasi stiker dan ditulis dengan pensil. Kali lain dia menulis dengan crayon dan dihias gambar doodle ala dia. Suatu waktu dia membuatnya dengan komputer dengan tulisan MS Words atau malah dalam bentuk gambar dengan diberi teks lewat PAINT.

Membuat daftar bisa juga tentang isi pelajarannya. Tak harus dalam bentuk rapi berurutan yang penting dapat membantu dia menata ide-ide pokok dalam pembelajaran tersebut. Bantu anak membuat daftar dengan model kesukaan dia. Jangan dipaksa atau dituntun terlalu banyak. Cukup diarahkan saja, bisa secara tersirat lewat obrolan atau pura-pura kita membuat semacam itu dan biarkan dia mencobanya sendiri. 

4. Membaca dari sumber lain
Mereka yang bergaya belajar reading/writing ini kan pada dasarnya sangat menikmati informasi yang disajikan berupa kata-kata tertulis. Jadi mereka pasti akan tertarik jika kita dorong untuk membaca dari sumber belajar lain yang relevan dengan pelajaran tertentu.
Tidak harus dari buku text book, kenalkan pada mereka bisa saja informasi diperoleh dari ensiklopedia yang menarik, buku ilmiah populer, majalah atau situs internet.

Sekali lagi jangan sodorkan setumpuk buku kemudian memaksa mereka untuk membaca. Ajak mereka untuk seolah-olah menemukan sendiri sumber yang tepat. Tentu saja caranya orang tua sebelumnya membaca isi dari beberapa alternatif yang akan diberikan ke anak. Letakkan secara acak tapi mudah untuk ditemukan anak. Lalu diskusikan isinya, saat dia teriak ‘ eh, ini sama lho dengan pelajaran IPA ku kemaren.’

Lakukakan dengan suasana santai dan menyenangkan. Hal lain yang saya ajarkan ke gadis kecil saya adalah belajar efektif membaca dengan memperhatikan ‘daftar isi’. Kelihatannya sepele tetapi ini akan membuat dia lebih cepat mencari saat memerlukan informasi.
Untuk sumber dari web, dampingi saat mengakses. Ajarkan cara menuliskan key words yang aman. Carikan pula situs-situs yang children friendly tapi penuh dengan informasi terpecaya. 

Begitulah sekedar sharing mengenai gaya belajar reading/writing.  Ingat ya , tidak ada gaya belajar yang terbaik.  Tidak bisa dikatakan bahwa satu tipe belajar dapat dikatakan lebih baik dari tipe belajar lainnya. Beberapa orang bahkan dapat teridentifikasi memiliki tipe belajar yang multiple. Maksudnya seseorang bisa saja memiliki gaya belajar yang condong Auditory sekaligus Visual.

Oya satu hal lagi, kita tidak boleh semudah itu memberi label gaya belajar pada seseorang. Perlu pengamatan yang teliti dan mendalam sebelum kita menentukan gaya belajar pada anak kita atau bahkan diri kita sendiri.

Jadi apakah anda atau anak anda bergaya belajar Reading/Writing? Yuk amati lebih mendalam dari sekarang.

blogger tamplate

 thema gratis blogger terbaru blogger template blogger template blogger template blogger template blogger template blogger template b...