Rabu, 15 Mei 2019

Apem Kukus Tradisional yang Ngangeni


Tradisi Membuat Apem

Menjelang Ramadhan, apem kukus ini merupakan salah satu hidangan khas yang menjadi bagian dari tradisi Megengan. Di beberapa desa di wilayah kota tempat tinggal saya, Wonogiri, tradisi megengan masih dilaksanakan. Saat ini memang tidak semua warga menyelenggarakannya. Keluarga kami termasuk yang tidak mewajibkan mengadakan acara megengan menjelang Ramadhan. Tetapi memasak dan menikmati apem tetap menjadi salah satu hal yang ngangeni, bikin kangen masakan tradisional buatan rumahan biasa.

Megengan merupakan salah satu tradisi masyarakat Jawa yang dilaksanakan menjelang puasa Ramadhan. Di Wonogiri, megengan umumnya dilaksanakan sekitar dua pekan  sampai sehari menjelang puasa. Di beberapa tempat ada yang megengannya dilakukan secara berkelompok, di kebanyakan desa diselenggarakan per rumah secara bergantian. Rumah yang menyelenggarakan megengan mengundang tetangga-tetangga terdekatnya. Beberapa  menu makanan dihidangkan dan apem merupakan salah satu menu yang disajikan. Untuk kisah menarik Ramadhan dari blogger lain silakan baca disini

Gadis kecil saya yang pernah melihat acara ini menjadi penasaran dengan pembuatan apem yang disajikan oleh pemilik rumah. Ada dua macam apem yang disajikan yaitu apem goreng wingko dan apem kukus. Bentuknya yang seperti conthong atau kerucut menjadikannya tampak beda dan menarik.
"Eh . dibungkus dhong nongko , lho buk!" serunya ingin tahu. Hap..hap.. tahu - tahu sudah beberapa bungkus dilahap.

Lha ini rahasianyaaa.. dikukus memakai godhong atau daun nangka. Apalagi jika dikukus menggunakan kukusan bambu di tungku api tradisional. Woow..rasanya yang legit manis dipadu aroma khas akan membuat kita terkangen kangen. Aromanya akan lain jika adonan apem ini dibungkus menggunakan daun lain yang lebih umum dipakai, daun pisang misalnya.

Maka meskipun kami tidak merayakan megengan, kami ingin mengenalkan cara pembuatan kue tradisonal kepada gadis kecil kami itu. Kebetulan ada Budhe Tun, saudara dari ibu saya, yang pandai memasak kue tradisional ini. Prosesnya memang sedikit rumit bagi saya yang tak pandai bikin kue, dikukusnya juga tidak memakai tungku api tradisonal, tapi hasilnya tetep syedaap dan bisa mengobati rasa kangen.

Resep Kue Apem Kukus Bungkus Daun Nangka

Hari itu niat banget bahan-bahannya disediakan sejak awal. Ini karena dalam membuat kue apem ini ada proses membuat ragi sendiri dari tape singkong yang memerlukan waktu tidak sebentar.

Ini dia bahan - bahan yang diperlukan untuk membuat apem conthong daun nangka:

500 gram Tepung beras
400 gram gula pasir atau gula jawa
3 bungkus kecil tape singkong (haluskan)
1/2 sdt ragi instan (optional)
1 mangkuk sedang santan kental dari 1 butir kelapa
Garam secukupnya
3 lembar daun pandan

Cara pembuatan yang pertama adalah membuat 'jladren' atau dalam bahasa Indonesia bisa disebut adonan. Berikut cara lengkap membuatnya:

  1. Tape singkong dibuang seratnya, lalu dilumat-lumat dengan tangan.
  2. Tambahkan tepung beras dan gula pasir atau gula jawa sedikit demi sedikit berselang - seling sambil terus diuleni
  3. Tambahkan santan sedikit demi sedikit untuk mengencerkan adonan
  4. Masukkan ragi instan atau ada yang menyebutnya obat apem sambil diaduk
  5. Bila semua bahan tercampur, tutup wadah adonan/ jladren dengan kain bersih
  6. Diamkan jladren sampai mengembang (lamanya terserah, ada yang cukup satu dua jam, ada yang mendiamkannya sampai 5 jam)
  7. Buat conthongnya dari daun nangka yang disematkan dengan lidi
  8. Setelah mengembang, adonan dimasukkan ke conthong-conthong tersebut
  9. Kukus hingga matang sampai sedikit merekah (sekitar 20-30 menit)

Membuat conthong dari daun nangka
Hati-hati menuang jladren ke tiap conthong

Gadis kecil kami excited sekali saat menuangkan jladren yang sudah jadi ke conthong daun nangka. Sepulang sekolah dia langsung ikut membantu sampai tidak sempat ganti baju dulu. ehehe.. Semangaatnya! Dia agak kesulitan saat membentuk daun nangkanya menjadi bentuk conthong. Daunnya yang masih segar dan agak keras jadi menyulitkan untuk dibentuk. Si bapak sampai akhirnya turun tangan membantunya. Rasanya makin lezat saat menikmati apem conthong dong nongko panas-panas hasil buatan sendiri.

Sejarah Apeman dari Tanah Jawa

Beberapa ahli bahasa menyatakan bahwa istilah apem itu sebenarnya dari bahasa Arab, yaitu afuan/afuwwun yang berarti ampunan. Dalam filosofi Jawa, kue tradisional ini dianggap sebagai simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan. Lalu lidah orang Jawa kemudian menyederhanakannya menjadi apem.

Nah saat tradisi membuat apem dilaksanakan menjelang puasa Ramadhan atau Idul Fitri, itu mereka maksudkan untuk saling meminta maaf menjelang hari suci tersebut. Dimaksudkan untuk menyambut bulan Ramadhan yang istimewa dan Idul Fitri yang suci dengan diri yang bersih dari dosa, meminta ampunan dari Allah SWT. Tradisi yang diadakan menjelang Romadhon disebut megengan. Yang menjadi pro kontra adalah ketika ada unsur memberi sesajen dalam acara tersebut. Ya pendapat orang bisa beda-beda sih. Semua punya dalil masing -masing. Tapi yang jelas si apem itu tidak ada salahnya dinikmati sebagai kudapan tradisional. Apalagi apem conthong daun nangka ini. Lezaaat dan ngangeni.

Kalau ditilik dari sejarahnya. Si apem ini alkisah bermula dari zaman Sunan Kalijaga, salah seorang bagian dari Wali Sanga yang termasyur itu. Menurut cerita, seorang murid Sunan Kalijaga yang disebut Ki Ageng Gribig atau Sunan Geseng, waktu itu pulang dari ibadah haji. Beliau melihat penduduk desa Jatinom, daerah Klaten, banyak yang kelaparan.

Tergerak membantu warga tersebut, Ki Ageng Gribig membuat kue apem lalu dibagikan kepada penduduk yang kelaparan. Untuk mengenalkan mereka pada Islam, beliau mengajak mereka mengucapkan lafal dzikir Qowiyyu ya Qowiyyu (Allah Allah Maha Kuat). Para penduduk itu pun kemudian menjadi kenyang, terbebas dari rasa laparnya. Ini kemudian memotivasi penduduk setempat untuk terus menghidupkan tradisi upacara Ya Qowiyyu setiap bulan Safar. Gunungan apem besar diarak untuk kemudian dibagi pada masyarakat yang berkumpul di acara tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan bersedekah lebih banyak.

Acara Ya Qowiyuu di Klaten (gambar diambil dari antara.com)

Falsafah Dibalik Kue Apem

Kalau dipelajari lebih mendalam, kita dapat mempelajari falsafah dalam pembuatan kue apem tersebut. Jadi tak hanya enak, kue kukus tradisional ini juga memiliki makna yang mendalam.
Begini falsafahnya kalau dikaji dari bahan-bahan pembuatannya.

Apem itu kan bahan utamanya adalah tepung beras, dalam bahasa Jawa disebut 'glepung'. Kalau diamati, bentuk glepung itu kan seperti debu halus. Maka secara falsafahnya, glepung itu debunya jagad, debu semesta. Seperti sebuah gunung api, ketika erupsi akan menutupi bumi dengan debu, bersamaan dengan lelehnya lahar. Laharlah si santen. Santen, air perasan dari daging buah kelapa yang merupakan perlambang dari susu buah kehidupan, akan nguleni glepung. Glepung yang berasal dari padi itu dianggap sebagai buah dari tanah kehidupan. Sebuah kombinasi harmonis dari kehidupan yang ideal. Apalagi jika santen yang digunakan santen kanil berkualitas bagus, santen yang paling kental, apem yang dihasilkan akan luar biasa.

Bahan-bahan tadi kemudian diaduk dalam satu wadah yang disebut 'jladren'. Kata jladren itu sendiri berasal dari kata jaladri yang berarti samudera; simbol air kehidupan yang luas. Maka jladren bermakna adonan yang berbentuk tiruan rupa samudra. Kalau menurut saya, ini dapat juga dijadikan sebuah pemaknaan agar manusia pembuat dan penikmatnya selain hidup harmonis, merasa sekecil debu, juga menjadi mempunyai ilmu dan kesabaran seluas samudra.

Jladren apem itu kemudian perlu dienengke atau didiamkan beberapa waktu. Tujuannya agar meneb dan mengembang jika didang (dikukus). Jadi manusia itu tidak boleh grusa-grusu, tidak mudah pula sombong, tapi harusnya meneb.. berdiam barang sebentar untuk menjaga ketenangan diri. Meneb nya bisa dengan bersimpuh menenagkan diri saat sholat dan berdzikir dengan khusuk.

Jadi secara garis besar falsafah yang terkandung dalam kue apem ini mencerminkan keharmonisan manusia sebagai bagian dari tata kosmos yang seharusnya dijaga tetap harmonis. Baik antar manusia, alam dan dengan Tuhannya. Tentu saja falsafah kue apem seperti ini mungkin akan anda temui beberapa versi lain, temasuk asal-usul sejarahnya. Yang penting maknanya baik.

Ah, gadis kecil saya sih belum begitu paham akan semua falsafah itu. Apem conthong bungkus daun nangka itu tetap terlihat istimewa. Dan rasanya yang lezat, cara membuatnya yang unik membuat kue kukus tradisional ini semakin ngangeni.

Bagaimana dengan kue tradisional di daerah anda? apakah juga mempunyai sejarah dan falsafah semenarik apem? Yuk mari lestarikan kuliner tradisional yang ada disekitar kita.


  Salam,










Selasa, 07 Mei 2019

Menulis adalah Sedekah ala Jenius Writing

Meski hanya sekedar lewat tulisan, saya ingin berbagi. Kalau kata coach menulis saya di komunitas Jenius Writing, Luthfi Coachwriterartists, Menulis adalah sedekah. Menulis dari hati, jika diniatkan untuk kebaikan bisa saja menjadi ladang sedekah kita. Begitu.


Saat mengikuti kelas offline JW Batch Wonogiri di Padi Resto

Tahun 2018 lalu, seorang teman lama saya mengajak ikutan kelas menulis yang bernama Jenius Writing. Waktu itu kebetulan diadakan kelas offline di Wonogiri. Bismillah saya berangkat. Menarik sekali konsep yang diajarkan oleh Coach Lutfi di sepanjang acara hari itu. Itulah kemudian yang mendorong saya untuk ikutan kelas menulis online nya JW di kemudian hari.

Salah satu konsep yang diajarkan di JW adalah bahwa menulis itu bisa jadi sarana sedekah; jika apa yang kita tulis dapat mengajak orang lain untuk belajar kebaikan, jika dengan kalimat yang kita rangkai, orang lain tergerak untuk melakukan hal baik. Pun jika dengan tulisan kita orang lain merasa terhibur, selama kita niatkan ikhlas untuk kebaikan, itu kan bisa juga seperti sedekah. Jadi berpahala juga.

Oke, back to JW, jurus- jurus di JW itu kebanyakan mengusahakan agar otak kanan kita lebih aktif saat menulis. NGANAN jangan NGIRI!
Itu slogan yang selalu ditekankan coach saat sesi latihan, baik offline maupun online. Kenapa? Karena belajar nulis itu ya nulis aja. Jangan terlalu banyak berpikir. Gunakan sisi spontan, jenial dan kreatif ! Dan itu letaknya di kamar otak kanan. Salah kamar akan membuat kita bisa mudah stuck dan tidak kreatif saat belajar menulis. Mati gaya. Lhooh kok gitu?!

Tak apa , awalnya saya juga protes gak jelas gitu. Apalagi saya ini guru bahasa , biasa menulis secara terstruktur. Malah komplit dengan drafting yang rapi. Tapii, setelah saya terlibat langsung sesi demi sesi latihan, saya menyadari bahwa memang konsep nganan itu sangat penting untuk menuju keteraturan menulis lewat otak kiri. Nganan itu ibarat pemantik nyala apinya, ngiri itu menata alunan jilatan apinya.

Jadi gini, kalau kita mau belajar menulis, trus belum-belum kita ingin sibuk menata besar kecilnya api -lha apa ya bisa- kalau apinya saja belum kita pantik dengan benar. Api belum membesar , kita sudah sibuk aja ngipasi dengan bertubi-tubi. Apa yang terjadi? Naah kan.. apinya malah bisa mati begitu saja.

Ajaibnya, ketika saya asyik menggunakan otak kanan untuk belajar menulis bersama JW, saya mendapati kemampuan menulis saya yang bersifat akademis ikut meningkat pesat. Dengan sendirinya saya dapat terbantu untuk menulis laporan kegiatan, artikel ilmiah,maupun penelitian secara teratur.

Buktinya dengan menulis laporan kegiatan Laskar Aksara saya dapat ke Jakarta gratis, dengan menulis penelitian tentang pembelajaran di kelas, saya ditawari jadi pembicara seminar SEAMEO yang akan diselenggarakan di Bogor. Beberapa artikel saya juga bisa masuk koran tanpa editan yang berarti dari editor. Rejekipun bertambah, jatah sedekah ke yang membutuhkanpun bisa ikut bertambah.

Alhamdulillah, tulisan ilmiah saya diapresiasi dengan baik bahkan oleh lembaga-lembaga bergengsi,padahal sebelumnya saya itu hanya guru biasa banget, jarang tampil. Belum pernah ikutan kompetisi-kompetisi semacam itu. Kata orang, tulisan saya terasa lebih runtut dan mudah dipahami. Saya pun kadang sampai terheran-heran sendiri. Practice makes perfect itu memang nyata adanya.

Logo JW

Ini ya-saya beri contoh kegiatan latihan menulis di JW. Seru dan dilakukan dengan cepat. Balapan dengan peserta lain. Coach akan cerewet dan jutek untuk memastikan kita tidak terlalu banyak mikir. Soal editing, itu bisa nanti-nanti. Kobarkan dulu nyala apinya. Itu yang penting.

Pertama: tulis 16 nama buah. Cepat! Tambahi kata sambung. Lekatkan kata sifat provokatif di belakangnya. GPL; Ga Pkai Lama! . Pilih nomer 4 sebagai judul, jadikan 3 empat paragraf. langsung tulis! Begitu selesai upload di Facebook. S e g e r a!

Begitu salah satu contoh sesi latihan menulis di JW. Adaa aja yang beda di setiap sesi latihan. Membuat kita terpacu menulis, tanpa bosan-bosan. Misalnya ini salah satu contoh hasil menulis saya secara spontan di sesi latihan itu:

DUREN YANG MUDAH JUTEK

Sepet. ‘Mana ada duren sesepet ini?’ protes seorang ibuk-ibuk. Merepet suaranya gemontang di sebuah lapak buah kecil di pinggiran kota. “Duren itu HARUSNYA wangii, manis dan legit!”

Kecut. Si bapak penjual yang rambutnya sudah memutih itu mengkeret tersemprot omelan si ibuk pembeli. “ Gek siapa to buuk yang mengharuskan durian itu Kudu manis-legit – harum pula?” keluhnya lirih. Stengah berharap si ibu tetap membayar duren yang sudah terlanjur dibelah.

Asem. Warna muka si ibuk sudah bagai emotikon senyum kebalik dengan sungu merah diatasnya. Siap ngamuk. Meski mulutnya tak juga berhenti mengunyah.  Mengacak acak pongge duren dengan kesal. Diunjuk – unjukkan dengan muka super masam. Tanpa ampun tepat di muka bapak penjual. “Niih liaat dari ponggenya saja jelass dapat diketahui kalo duren ini sepet!” . tetep sambil ngunyah.

Nyengir. Senyum bingung tak habis pikir si bapak penjual. Welah segala pongge jadi ukuran. Bagaimana tahu coba pongge kan letaknya di dalam. Heran. Orang kalau sedang kesal ukurannya bisa berubah ubah. Jangan – jangan sebentar lagi bilang bahwa sepetnya terlihat dari ukuran duri-durinya yang tidak simetri!

Semakin geram si ibuk. “si bapak ini gimana to? Kok malah nyengir nyengir gak jelas.” Si bapak semakin bingung menjawabnya. Lhah si ibuk ngomel tapi duren tetep disikat. “sepet tapi kan enak to buk?”  mencoba berkilah demi melihat mulut si ibuk yang belepotan.

Jutek tingkat dewa. Si Ibuk tak terima,”Enak gimana to.. sepet gini!.” Si bapak akan mangap menjawab – “sepet kok hab...  “, si ibuk segera memotongnya, “ Kalo jualan yang bener dong!”
Semakin nyengir si bapak penjual. Sudah pikirnya tak mungkin menang melawan yang emosian macam ini. “ini saya jualannya sudah bener lho buk. Wangi wangi kan duren saya. Tapii ya gimana lagi, memange mudah apa menebak isi duren? Saya juga hanya bisa menebak – apa durennya semanis wanginya...apa durennya selegit aromanya. Yang PENTING MILIH RIYIIN buuk...  Yang penting milih dulu.”

“Kalo pas dapat yang ternyata tidak sesuai harapan-ternyata yang agak sepet gitu  - yaa jangan terlalu jutek laahh. Bikin pendek umur!” lanjut pak penjual. Dalam hati saja.

“Pokoknya saya minta ganti !,” si ibuk bersungut-sungut sambil mengelap tangannya sambil lalu.

"Buat ibu, aapa sih yang tidak," si bapak mencoba mencairkan segala kejutekan di antara buliran durennya. "Ini sila ibu bawa pulang."

Si ibu tersenyum di ujung bibir menerima sebongkah durian besar dari si bapak penjual.

Tanpa disadari, di sisi kanan lapak itu, seorang lelaki muda perlente mengamati alur drama duren jutek sepanjang pagi itu. Kagum dia dengan keramahan dan keiklhasan di bapak penjual. Berdagang bukan hanya diniatkan mendapat laba semata. Didekatinya bapak penjual duren itu.

"Begini, pak...saya mau menawarkan kerjasama agar bapak bisa mensuplai buah durian secara berkala di supermarket-supermarket saya. Nanti kontrak kerjasa.." Dihentikannya bicara demi melihat si bapak penjual terlihat gelisah. "Kaget mungkin , dengan penawaran besarku ini. Ini kan cuma lapak duren biasa saja," pikir lelaki muda kaya itu dalam hati.

Ehmm..anu ..itu adzan.. saya kalau boleh mau ke mushola sebelah sana dulu" tangan si bapak menunjuk sebuah surau kecil di seberang jalan.

Tak terima , seorang ajudan pemuda itu menyerobot, " Bapak, ini gimana to.. ini Tuan saya sedang bicara. Anda itu ditawari transaksi penting kok malah pergi!"

"Aduuh,maaf, maaf... jangan jutek jutek gitu to, masnya. Bisa-bisa duren saya jadi sepet semua kalau setiap pembeli yaa datang ngomel-ngomel jutek." si bapak mencoba meminta pengertian.

Si pemuda bekemeja mewah itu tak ragu kemudian merangkul bahu berkaos dekil si bapak penjual duren. "Ah.. ya.. bapak benar. transaksi ini cuma urusan dunia yang bisa menunggu."

pixabay'spicture
Begitulah cerita saya belajar menulis bersama JW. Masih berliku sih jalan saya untuk bisa semakin mahir menulis. Tapi saya tak mau patah semangat. Salah satunya ya belajar menulis di blog ini secara teratur. Belajar nulis apa sajaa, yang penting nulis. Karena belajar menulis itu ya dengan  - nulis.

Ini dia contoh lain tulisan fiksi saya hasil latihan. Silakan baca disini:  menulis-cerpen-tema-hijrah-bukan-tamu-biasa

Terima kasih sudah berkunjung di saung sederhana saya ini. Terimakasih sudah menjadi teman saya untuk berbagi. Lewat blog ini saya ingin belajar menulis. Belajar berbagi. Belajar bersedekah lewat untaian kata.









blogger tamplate

 thema gratis blogger terbaru blogger template blogger template blogger template blogger template blogger template blogger template b...