Saya kalang kabut menyesuaikan diri. Ditambah gempuran berita informasi menyeramkan tentang wabah corona. Kadang jadi suudzhon sama diri sendiri.
Jangan - jangan mulai depresi nih saya.
Soalnya, kadang sayanya jadi mulai kayak agak linglung, mau ngerjain apaa, eh yang dipegang apa :)
Malas juga sering tiba tiba menyerang. Effortless. Tidak semangat.
Untuk menjaga kewarasan, harus mulai nulis nih.
Tahap pertama, oke, saya mengaku, saya tidak sedang baik baik saja. WFH itu berat bagi saya saat ini. Mengajar lewat jempol dan laptop itu bukan saya banget. Guru lain banyak yang oke oke saja. Banyak yang lancar jayaa WFH nya. Tapi sepertinya saya tidak. Eh, belum.
Berikutnya, let me tell you my problem.
Sulit Konsentrasi
Mengajar dari rumah jadi sulit dengan teriakan si kecil di sekitaran rumah. Bungsu saya masih kelas 2 MI. Masih perlu pendampingan mengerjakan tugas dari gurunya.Kemarin menggambar roti dibagi dua, jadi 1/2, besoknya semangka dipotong tiga bagian 1/3. Nah 1/2 dan 1/3 itu mana yang lebih banyak?! Emak harus ikut mikir pas di sininya.
Jangan lupakan pula, si kecil beberapa kali harus ngirim video praktik baik di rumah sesuai tema. Video pas nyapu, ngaji, berjemur, sampai nari kupu kupu. Iyaa diiringi lagu kupuu kupuu yang lucuu. Saatnya emak kembali beraksi.
Kakaknya sih sudah madrasah tsanawiyah, soal pr dari gurunya dia sudah bisa mandiri. Tapii soal teriak minta makan dan cemilan. Dua duanya sama sajaa.
Baru mau pegang leptop sudah tanya nanti makan siangnya sama apa, boleh tidak roti di lemari tak celup milo sekarang, eh milonya harus pakai air panas ya buk. Termosnyaaa... Huufftt.. Tariik nafaas.. Letakkan kembali leptopnya.
Masa iya mau diam saja saat dapur sudah mulai krompyangan tanda si duo krucil itu beraksi ala chef. Paling tidak kan ya harus mengawasi.
Bapaknya di manaaa?? Sedihnya bapaknya anak anak itu karyawan swasta yang tidak menerapkan WFH. Tidak bisa di andalkan maksimal untuk hal hal tersebut di atas.
Dan saya belum terbiasa dengan seperti itu. Rasanya frustrating!
Tapi ada positipnya juga sih, dapur sekarang lebih meriah. Dan waktu bersama anak jadi full 24 jam. Saluut dengan para bunda full mom, yang masih bisa berbisnis dan berkarya dari rumah.
Parno Tentang si Virus
Mungkin karena terlalu banyak terpapar berita itulah yang membuat saya kadang jadi over paranoid soal wabah ini.Di tivi, koran, grup wa sampai obrolan singkat dengan tetangga isinya tidak jauh jauh dari corona, covid 19, apd, masker, angka kematian.
Apalagi bapaknya anak anak masih tetap harus kerja di luar rumah. Rasanya tambah was was. Jangan jangaan..
Padahal si bapak, tertib tertib saja, kalau pas pulang kerja ya langsung cuci tangan kaki di depan rumah. Langsung mandi, taruh baju kerja di tempat cucian atau dijemur. Tetap saja kekhawatiran itu ada.
Untuk itulah saya kemudian membatasi konsumsi berita berlebih tentang wabah ini. Ya tetap waspada. Tetap stay at home -tapi tidak over parno.
Murid Mengeluh Banyak Tugas
Karena saya mulang di SMA, mengajarnya per mapel. Tidak guru kelas seperti di SD atau TK. Murid SMA merasa banyak banget tugasnya, setiap guru di tiap mapel memberi tugas yang berbeda.
Itu seorang murid, namanya mas Lintang, sampai bikin video lagu #kangensekolah. Kreatif bener dia menyampaikan kegalauannya tentang banyaknya tugas online dari guru sampai otak panas. Wkwk..bisa aja kamu nak.
Karena tugas itu di kerjakan mandiri di rumah. Banyak siswa yang keteteran. Merasa mengerjakan sendirian itu yang membuat lebih berat. Banyak dari mereka mulai kangen teman temannya.
Iya benar sekarang mereka bisa berkomunikasi dengan gawai mereka, tapi tetap saja mengerjakan bersama teman sambil gojekan di kelas itu lebih menyenangkan. Dan tidak merasa berat.
Guru dilema juga, di satu sisi harus tetap mengajar dari rumah, di sisi lain tidak boleh memberatkan siswa. Sekarang sudah banyak guru mulai memberi tugas yang sifatnya lebih asik bagi murid.
Masalah Minim Kuota dan Susah Sinyal
Beberapa murid beban banget lho dengan masalah ini. Ada yg curhat, bapaknya dirumahkan karena wabah. Pemasukan di rumah mereka kan jadi seret. Jangankan beli banyak kuota, untuk makan saja harus berhemat.Semakin banyak guru memberi tugas secara daring, semakin besar kebutuhan kuota internet. Kan ada wifi?! Iyaa itu bagi mereka yang punya.
Saya tahu banget lah soal ini sebaab.. Rumah saya pun tak ada wifi :)
Apalagi jika orang tuanya kesulitan keuangan. Saat apa apa mahal seperti ini. Kebutuhan kuota yang tinggi akibat sekolah online bisa terasa mencekik. Termasuk gurunya lho.
Di lain cerita ada yang ngeluh susah sinyal. Ada yang harus nangkring di pohon, atau mojok di pinggir lapangan desa demi mendapat sinyal yang ter top cer. Beberapa siswa kami memang ada yang tinggal di wilayah pedesaan.
Jadi saya harus aktif mengecek, dan nguyak uyak apakah tugas mereka sudah terkumpul. Yang runyam, kebetulan saya ngajarnya sampai di Kd titik 4. Yang artinya tagihannya berupa produk.
Lain kalau kd titik 3, tagihannya bisa lewat soal pilihan ganda di google form.
Tagihan tugas saya adalah menulis teks. Saya mengajar di enam kelas dengan 36 murid per kelas. Jadi ratusan tulisan harus saya cermati satu per satu. Kalau tidak jeli, bisa saja tulisannya Burhan ternyata sama persis dengan tulisannya Dahlan dan Susi. Karya tulisan itu unik, berbeda tiap anak.
Penjelasan saya pakai blog, untuk tugas submitnya lewat google form. Idealnya memang v con, bisa ada interaksi yang lebih aktif dua arah. Tapi beberapa murid merasa keberatan dengan v con karena berat atau boros kuota.
Pokoknya harus pinter pinter lah, mencari moda pembelajaran yang ringan diakses gawai siswa, ada isi pembelajaran, tapi juga ada unsur fun nya. Tidak memberatkan murid.
Screenshot status seorang murid
Naah, itulah cerita WFH versi saya. Tidak indah berbunga bunga. Masih harus banyak belajar menyesuaikan diri. Tapi paling tidak, sudah merasa lebih legaaaa setelah menuliskannya :))
Ide mengajar LDR an pun kembali menyala. Mbuat video pembelajaran misalnya. Caranya bisa disimak disini :
membuat-menilaikan-video-pembelajaran
Sungguh ini bukan mengeluh. Mungkin hanya rindu. Teramat sangat rindu kembali ke sekolah.
Salam hangat,
☺
😊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar